Selasa, 05 Februari 2013

CBM (Coal Bed Methane)


Energi tak pernah dapat dipisahkan dalam kehidupan manusia. Perkembangannya dari zaman ke zaman membuat energi menjadi salah satu hal primer yang tak bisa dipisahkan dalam keberadaan manusia. Dimulai dari perekonomian baik skala mikro maupun makro, hingga kebutuhan rumah tangga masyarakat.  Namun, ironinya beberapa energi yang  merupakan  hal primer tersebut memiliki batas ketersediaan. Memicu krisis energi ditengah permintaan kebutuhan yang semakin meninggi.  Untuk mengatasi keterbatasan dan krisis itu, berbagai Negara mencari solusi. Dimulai dari efisiensi dan efektifitas dalam produksi dan penggunaan energi , hingga pemanfaatan sumber daya terbarukan.
Salah satu solusi yang kini banyak digunakan yaitu, penggunaan berbagai macam energi tidak konvensional, salah satunya CBM (Coal Bed Methane). CBM merupakan salah satu energi tidak konvesional yang dihasilkan oleh batu bara sebagai source rock nya. CBM menghasilkan gas alam dengan dominan gas metana dan gas non hidrokarbon dalam batubara hasil dari proses kimia dan fisika.  Adanya gas pada batubara disebabkan karena adanya pengaruh tekanan dan suhu pada proses coalification pada batubara sehingga produksi gas metana meningkat dan diserap oleh permukaan batubara.
Untuk memproduksi  gas dari CBM diperlukan metode yang berbeda dari pengolahan gas konvensional.  CBM diproduksi dengan cara terlebih dahulu merekayasa batubara agar didapatkan cukup ruang sebagai jalan keluar gasnya. Proses rekayasa diawali dengan memproduksi air (dewatering) agar terjadi perubahan kesetimbangan mekanika. Setelah tekanan turun, gas batubara akan keluar dari matriks batubaranya.
Di Indonesia sendiri CBM sangat potensial untuk diberdayakan. Berdasarkan kementerian ESDM, Indonesia dinyatakan memiliki total cadangan CBM berkisar antara 400 hingga 453 triliun cubic feet tersebar dalam 11 cekungan di wilayah Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Sulawesi. Kondisi itu mendudukkan Indonesia pada posisi ke -6 di Dunia dalam hal cadangan CBM. Upaya eksplorasi dan produksi CBM pun terus ditingkatkan oleh pemerintah, mengingat potensi yang dimiliki oleh Indonesia. Saat ini, pemerintah telah menandatangani 42 kontrak kerjasama (KKS) blok CBM, yaitu 17 di Sumatera dan 25 di Kalimantan dan Jawa. Perkembangan yang pesat tersebut menunjukkan antusiasme yang positif dari para investor dan kontraktor (KSO) CBM di Indonesia. Bahkan kerjasama kontraktor dengan PLN dalam eksplorasi CBM telah menghasilkan energi listrik di wilayah Sanga-sanga, Kalimantan Timur.
Berbagai upaya telah digunakan, namun jangan pernah lupa bahwa krisis energi merupakan tanggung jawab dan tantangan kita bersama . Negara dituntut mengelola kekayaan sumber daya energi dan digunakan untuk sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat. Selain  itu, kita selaku pengguna juga dituntut untuk memanfaatkan energi secara efisien serta ikut mendukung pengembangan energi yang dilakukan pemerintah. Dengan demikian, krisis energi diharapkan dapat teratasi dan tongkat estafet pembangunan dapat dilanjutkan ke generasi selanjutnya. (Zevni Teknik Perminyakan) 

by : Zevni (Teknik Perminyakan ITB 2011)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar