Selasa, 05 Februari 2013

Mau Dibawa ‘Kemana’ Blok Mahakam ?






                 Blok Mahakam adalah salah satu ladang gas terbesar di Indonesia dengan rata-rata produksi sekitar 2.200 MMSCFD. Cadangan blok ini sekitar 27 triliun cubic feet (tcf). Sejak 1970 hingga 2011, sekitar 50% (13,5 tcf) cadangan telah dieksploitasi, dengan pendapatan kotor sekitar US$ 100 miliar. Cadangan yang tersisa saat ini sekitar 12,5 tcf, dengan harga gas yang terus naik, blok Mahakam berpotensi pendapatan kotor US$ 187 miliar (12,5 x 1012 x 1000 Btu x $15/106 Btu) atau sekitar Rp 1700 triliun.
Walaupun produksi minyak dan gas di Blok Mahakam yang dikelola oleh Total E&P Indonesie sudah melewati masa puncak produksinya yaitu pada tahun 2005-2010 dan terus menurun sejak tahun 2011 tetapi Blok Mahakam masih bisa dianggap sebagai masa depan produksi gas dan minyak Indonesia.
Tetapi prospek yang masih menjanjikan dari Blok Mahakam ini memunculkan percikan persaingan untuk menguasai blok tersebut, pasalnya kontrak kerjasama antara Total dengan pemerintah untuk mengelola blok tersebut akan habis pada tahun 2017. Hal ini memunculkan berbagai desakan dari berbagai elemen antara lain pemerintah daerah dan satuan masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat untuk menyerahkan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina.

Menanggapi berakhirnya kontrak kerja Total E&P Indonesie untuk mengelola Blok Mahakam, Indonesian Resources Studies (IRESS) dan 2470 masyarakat yang terdiri dari ahli perminyakan, pengamat industri migas, mahasiswa dan masyarakat umum mengajukan suatu petisi kepada presiden dan DPR RI. Tuntutan IRESS dan 2470 penandatangan berisi:
1.      Memutuskan status kontrak blok Mahakam melalui penerbitan Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri secara terbuka paling lambat 31 Desember 2012;
2.      Menunjuk dan mendukung penuh Pertamina sebagai operator blok Mahakam sejak April 2017;
3.      Menolak berbagai upaya dan tekanan pihak asing, termasuk tawaran kerjasama ekonomi, beasiswa dan komitmen investasi migas guna memperoleh perpanjangan kontrak;
4.      Manjamin pemilikan 10% saham blok Mahakam oleh BUMD (Pemprov Kaltim dan Pemkab Kutai Kartanegara) yang pelaksanaannya dikordinasikan dan dijamin oleh Pusat bersama Pertamina, tanpa partisipasi atau kerjasama dengan swasta;
5.      Meminta kepada Total dan Inpex untuk memberikan sejumlah saham blok Mahakam kepada Pertamina sejak Januari 2013 hingga 2017, dengan kompensasi (bagi Total dan Inpex) pemilikan saham blok Mahakam dalam jumlah yang sebanding, sejak 2017 hingga 2037;
6.      Membebaskan keputusan kontrak Blok Mahakam dari perburuan rente dan upaya meraih dukungan politik dan logistik, guna memenangkan Pemilu/Pilpres 2014;
7.      Mengikis habis pejabat-pejabat pemerintah yang telah menjadi kaki-tangan asing dengan berbagai cara antara lain yang dengan sengaja atau tidak sengaja atau secara langsung atau tidak langsung telah memanipulasi informasi, melakukan kebohongan publik, melecehkan kemampuan SDM dan perusahaan negara dan merendahkan martabat bangsa;
8.      Mendorong KPK untuk terlibat aktif mengawasi proses penyelesaian status kontrak blok Mahakam secara menyeluruh, termasuk kontrak-kontrak sumber daya alam lainnya
Tuntutan tersebut diajukan masyarakat karena melihat kesempatan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya secara ekonomi, pengembangan sumber daya manusia dalam negeri dan kepercayaan terhadap Pertamina untuk mengelola produksi migas di Indonesia. Tuntutan tersebut juga diajukan berdasarkan UU Migas No. 22/2001 yang secara umum berisi jika kontrak migas berakhir, pengelolaan migas seharusnya diserahkan ke BUMN. Selain itu Pertamina juga menyampaikan keinginan  dan menyanggupi untuk mengelola Blok Mahakam sejak tahun 2008 sampai sekarang.
      Penolakan pengajuan perusahaan prancis ini untuk memperpanjang kontrak kerja sama pengelolaan Blok Mahakam juga dengan terang dinyatakan oleh pemerintah daerah yang dalam hal ini oleh Gubernur Kalimantan Timur. "Tapi saya yakin, sudah saatnya kita ambil alih (Blok Mahakam) dan kita sudah belajar, dan ada blok blok baru diberikan investor asing," tegas Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk Ishak, usai meresmikan Lapangan Gas South Mahakan milik Total E&P Indonesie di Senipa, Samboja, Kutai Kartanegara, Kamis (17/1/13). Beliau merasa ketidakadilan terjadi dalam hal bagi hasil yang diberikan antara pemerintah daerah dengan Total E&P Indonesie karena selama ini Kalimantan Timur hanya mendapatkan 15% dana bagi hasil pengelolaan migas sedangkan Aceh dan Papua mendapatkan 70% dari dana bagi hasil. Oleh karena itu untuk tahun 2017 nanti gubernur Kalimantan Timur memerjuangkan supaya Kalimantan Timur memperoleh porsi saham sebesar 50% dengan mengajukannya kepada perwakilan DPD untuk diperjuangkan dalam rapat DPR RI.
      Menanggapi desakan masyarakat dan pemerintah daerah mengenai Blok Mahakam, Wakil Menteri ESDM yang baru, Susilo Siswoutomo menyatakan bahwa pemerintah  masih mempertanyakan tentang kesanggupan Pertamina untuk mengelola blok tersebut. “Pengembangan blok tersebut tak hanya memerlukan biaya yang besar saja. Tapi juga teknologi yang mumpuni. Kalau punya duit, bisa habis saja kalau tak punya teknologi, tegas beliau. Susilo Siswoutomo juga mengajak masyarakat serta pemerintah daerah untuk berpikir logis tentang keinginan partisipasi pemerintah daerah hingga 50% pada blok tersebut, pemerintah daerah juga diminta untuk paham benar apakah APBD saja mampu untuk berinvestasi sebesar itu.
      Selaras dengan pernyataan Susilo Siswoutomo, Rudi Rubiandini yang dalam hal ini sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). "Sebenarnya kalau menuntut porsi sebesar itu (50%) saya kasihan ke daerah. Sayang uangnya kalau digunakan untuk investasi di sektor hulu, karena risikonya sangat besar sekali. Kalau gagal, risiko uangnya hangus tidak diganti, sayangkan." tanggap beliau. Beliau menyatakan hal tersebut karena diperlukan dana puluhan triliun untuk investasi Migas di Blok Mahakam melihat investasi tahun lalu yang dilakukan oleh Total E&P Indonesie sebesar Rp 23 Triliun dalam satu tahun. Beliau menyayangkan jika saja eksplorasinya gagal dan uang sebanyak itu akan hangus, dan akan lebih baik jika uang sebesar itu digunakan untuk membangun daerah selain di sektor hulu migas. Selain itu beliau juga menyatakan ketergantungan produksi gas Indonesia kepada Total yang sangat besar sebagai produsen terbesar gas saat ini di Indonesia. Oleh karena itu beliau berharap isu-isu penyerahan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina tidak mengganggu kinerja Total.
      Sedangkan dari pihak Total E&P Indonesie (TEPI) yang dalam hal ini diwakili Presiden Director & General Manager TEPI, Elizabeth Proust menyayangkan keputusan yang masih belum diambil tentang masa depan Blok Mahakam sampai saat ini karena hal tersebut menghambat implementasi proyek baru dan menjalani sumur baru dengan ketidakpastian perpanjangan kontrak TEPI di Blok tersebut. Beliau juga menganggap status Blok Mahakam kian meruncing karena sudah disusupi kepentingan politik yang tidak menguntungkan industri minyak dan gas di Indonesia. Ia bahkan menolak jika keberadaan TEPI disebut sebagai perusahaan asing. "Kami prihatin menghadapi debat politik tentang pihak asing versus nasional. Ini perusahaan Indonesia dan multinasional, bukan asing! Saya sedih mendengar kata asing. Tim TEPI kami adalah warga Indonesia dan mengabdi kepada Negara," tegasnya. Menurut Elizabeth, minyak dan gas adalah usaha bisnis dunia, namun nilai-nilai TEPI selalu sejalan dengan semangat Indonesia yakni mengedepankan prinsip kjujuran, saling mendukung, rendah hati dan ramah tamah. Selain itu Total juga telah membuktikan komitmennya untuk membantu kebutuhan migas Indonesia dengan investasi yang sangat besar untuk tahun lalu dan juga menyatakan komitmennya untuk 2017 nanti.
      Proses pengkajian oleh pemerintah masih berlangsung sampai sekarang, dan diharapkan negara masih bisa bisa mengelola kebutuhannya sendiri dengan mengatur dan membuat batasan yang jelas terhadap pihak luar untuk perencanaan dan kemajuan industri migas Indonesia kedepannya.

By : Yusuf Alfyan Praditya
Teknik Perminyakan ITB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar