Walaupun produksi minyak dan gas di Blok Mahakam yang
dikelola oleh Total E&P Indonesie sudah melewati masa puncak produksinya
yaitu pada tahun 2005-2010 dan terus menurun sejak tahun 2011 tetapi Blok
Mahakam masih bisa dianggap sebagai masa depan produksi gas dan minyak
Indonesia.
Tetapi prospek yang masih menjanjikan dari Blok Mahakam
ini memunculkan percikan persaingan
untuk menguasai blok tersebut, pasalnya kontrak kerjasama antara Total dengan
pemerintah untuk mengelola blok tersebut akan habis pada tahun 2017. Hal ini
memunculkan berbagai desakan dari berbagai elemen antara lain pemerintah daerah
dan satuan masyarakat atau Lembaga Swadaya Masyarakat untuk menyerahkan
pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina.
Menanggapi berakhirnya
kontrak kerja Total E&P Indonesie untuk mengelola Blok Mahakam, Indonesian
Resources Studies (IRESS) dan 2470 masyarakat yang terdiri dari ahli
perminyakan, pengamat industri migas, mahasiswa dan masyarakat umum mengajukan
suatu petisi kepada presiden dan DPR RI. Tuntutan IRESS dan 2470 penandatangan
berisi:
1.
Memutuskan status kontrak blok Mahakam melalui penerbitan
Peraturan Pemerintah atau Keputusan Menteri secara terbuka paling lambat 31
Desember 2012;
2.
Menunjuk dan mendukung penuh Pertamina sebagai operator blok
Mahakam sejak April 2017;
3.
Menolak berbagai upaya dan tekanan pihak asing, termasuk
tawaran kerjasama ekonomi, beasiswa dan komitmen investasi migas guna
memperoleh perpanjangan kontrak;
4.
Manjamin pemilikan 10% saham blok Mahakam oleh BUMD (Pemprov
Kaltim dan Pemkab Kutai Kartanegara) yang pelaksanaannya dikordinasikan dan
dijamin oleh Pusat bersama Pertamina, tanpa partisipasi atau kerjasama dengan
swasta;
5.
Meminta kepada Total dan Inpex untuk memberikan sejumlah
saham blok Mahakam kepada Pertamina sejak Januari 2013 hingga 2017, dengan
kompensasi (bagi Total dan Inpex) pemilikan saham blok Mahakam dalam jumlah
yang sebanding, sejak 2017 hingga 2037;
6.
Membebaskan keputusan kontrak Blok Mahakam dari perburuan
rente dan upaya meraih dukungan politik dan logistik, guna memenangkan
Pemilu/Pilpres 2014;
7.
Mengikis habis pejabat-pejabat pemerintah yang telah menjadi
kaki-tangan asing dengan berbagai cara antara lain yang dengan sengaja atau
tidak sengaja atau secara langsung atau tidak langsung telah memanipulasi
informasi, melakukan kebohongan publik, melecehkan kemampuan SDM dan perusahaan
negara dan merendahkan martabat bangsa;
8.
Mendorong KPK untuk terlibat aktif mengawasi proses
penyelesaian status kontrak blok Mahakam secara menyeluruh, termasuk
kontrak-kontrak sumber daya alam lainnya
Tuntutan tersebut diajukan masyarakat
karena melihat kesempatan pemerintah daerah dan pemerintah pusat untuk
mendapatkan keuntungan sebesar-besarnya secara ekonomi, pengembangan sumber
daya manusia dalam negeri dan kepercayaan terhadap Pertamina untuk mengelola
produksi migas di Indonesia. Tuntutan tersebut juga diajukan berdasarkan UU
Migas No. 22/2001 yang secara umum berisi jika kontrak migas berakhir,
pengelolaan migas seharusnya diserahkan ke BUMN. Selain itu Pertamina juga
menyampaikan keinginan dan menyanggupi
untuk mengelola Blok Mahakam sejak tahun 2008 sampai sekarang.
Penolakan pengajuan perusahaan prancis ini untuk memperpanjang
kontrak kerja sama pengelolaan Blok Mahakam juga dengan terang dinyatakan oleh
pemerintah daerah yang dalam hal ini oleh Gubernur Kalimantan Timur. "Tapi saya
yakin, sudah saatnya kita ambil alih (Blok Mahakam) dan kita sudah belajar, dan
ada blok blok baru diberikan investor asing," tegas
Gubernur Kalimantan Timur Awang Farouk Ishak, usai meresmikan Lapangan Gas
South Mahakan milik Total E&P Indonesie di Senipa, Samboja, Kutai Kartanegara,
Kamis (17/1/13). Beliau merasa ketidakadilan terjadi dalam hal bagi hasil
yang diberikan antara pemerintah daerah dengan Total E&P Indonesie karena
selama ini Kalimantan Timur hanya mendapatkan 15% dana bagi hasil pengelolaan
migas sedangkan Aceh dan Papua mendapatkan 70% dari dana bagi hasil. Oleh
karena itu untuk tahun 2017 nanti gubernur Kalimantan Timur memerjuangkan
supaya Kalimantan Timur memperoleh porsi saham sebesar 50% dengan mengajukannya
kepada perwakilan DPD untuk diperjuangkan dalam rapat DPR RI.
Menanggapi desakan masyarakat dan pemerintah daerah mengenai
Blok Mahakam, Wakil Menteri ESDM yang baru, Susilo Siswoutomo menyatakan bahwa pemerintah masih mempertanyakan
tentang kesanggupan Pertamina untuk mengelola blok tersebut. “Pengembangan blok
tersebut tak hanya memerlukan biaya yang besar saja. Tapi juga teknologi yang
mumpuni. Kalau punya duit, bisa habis saja kalau tak punya teknologi”, tegas beliau. Susilo Siswoutomo juga mengajak masyarakat serta
pemerintah daerah untuk berpikir logis tentang keinginan partisipasi pemerintah
daerah hingga 50% pada blok tersebut, pemerintah daerah juga diminta untuk
paham benar apakah APBD saja mampu untuk berinvestasi sebesar itu.
Selaras dengan pernyataan Susilo Siswoutomo, Rudi Rubiandini
yang dalam hal ini sebagai Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Hulu
Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). "Sebenarnya kalau menuntut porsi
sebesar itu (50%) saya kasihan ke daerah. Sayang uangnya
kalau digunakan untuk investasi di sektor hulu, karena risikonya sangat besar
sekali. Kalau gagal, risiko uangnya hangus tidak diganti, sayangkan." tanggap beliau. Beliau menyatakan hal tersebut karena
diperlukan dana puluhan triliun untuk investasi Migas di Blok Mahakam melihat
investasi tahun lalu yang dilakukan oleh Total E&P Indonesie sebesar Rp 23
Triliun dalam satu tahun. Beliau menyayangkan jika saja eksplorasinya gagal dan
uang sebanyak itu akan hangus, dan akan lebih baik jika uang sebesar itu
digunakan untuk membangun daerah selain di sektor hulu migas. Selain itu beliau
juga menyatakan ketergantungan produksi gas Indonesia kepada Total yang sangat
besar sebagai produsen terbesar gas saat ini di Indonesia. Oleh karena itu beliau
berharap isu-isu penyerahan pengelolaan Blok Mahakam kepada Pertamina tidak
mengganggu kinerja Total.
Sedangkan dari pihak Total E&P Indonesie (TEPI) yang dalam
hal ini diwakili Presiden Director & General Manager TEPI, Elizabeth Proust
menyayangkan keputusan yang masih belum diambil tentang masa depan Blok Mahakam
sampai saat ini karena hal tersebut menghambat implementasi proyek baru dan
menjalani sumur baru dengan ketidakpastian perpanjangan kontrak TEPI di Blok
tersebut. Beliau juga menganggap status Blok Mahakam kian meruncing karena
sudah disusupi kepentingan politik yang tidak menguntungkan industri minyak dan
gas di Indonesia. Ia bahkan menolak jika keberadaan TEPI disebut sebagai
perusahaan asing. "Kami
prihatin menghadapi debat politik tentang pihak asing versus nasional. Ini
perusahaan Indonesia dan multinasional, bukan asing! Saya sedih mendengar kata
asing. Tim TEPI kami adalah warga Indonesia dan mengabdi kepada Negara,"
tegasnya. Menurut Elizabeth, minyak dan gas adalah usaha bisnis
dunia, namun nilai-nilai TEPI selalu sejalan dengan semangat Indonesia yakni
mengedepankan prinsip kjujuran, saling mendukung, rendah hati dan ramah tamah.
Selain itu Total juga telah membuktikan komitmennya untuk membantu kebutuhan
migas Indonesia dengan investasi yang sangat besar untuk tahun lalu dan juga
menyatakan komitmennya untuk 2017 nanti.
Proses pengkajian oleh pemerintah masih berlangsung sampai
sekarang, dan diharapkan negara masih bisa bisa mengelola kebutuhannya sendiri
dengan mengatur dan membuat batasan yang jelas terhadap pihak luar untuk
perencanaan dan kemajuan industri migas Indonesia kedepannya.
By : Yusuf Alfyan Praditya
Teknik
Perminyakan ITB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar