BP MIgas adalah suatu badan yang
bertugas untuk mengatur system regulasi kegiatan yang berhubungan dengan Migas
tapi di sector hulu untuk sector hilir namanya BPH Migas. BP Migas diibaratkan
sebagai wasit sedangkan Pertamina,Exxon,TOTAL,Chevron,dll merupakan pemainnya.
Jadi para pemain harus menuruti apa kata wasitnya karena wasit lah yang
mengatur jalannya pertandingan Dulu, pada waktu sebelum keluar undang-undang
yang mengatakan bahwa badan regulasi dan badan operasional harus dipisahkan di
tahun 2002, di dalam organigram Pertamina sendiri sebenarnya sudah ada suatu
badan yang tugasnya sama dengan BP Migas yaitu BKKA (Biro Koordinasi Kontraktor
Asing) namun karena muncul peraturan bahwa suatu badan tidak bisa memonopoli
semuanya mulai dari regulasi hingga operasional dan kemungkinan juga ada dorongan
dari pihak asing akhirnya BKKA dikeluarkan dari PErtamina dan dibentuklan yang
namanya BP MIgas dan diawasi langsung oleh presiden. Sekarang, BP MIgas telah
dibubarkan, kenapa hal ini bisa terjadi? Sebenarnya menurut saya ada beberapa
alasan kenapa BP MIgas dibubarkan dan sekarang diganti dengan SK Migas (Satuan
Kerja MIgas). Pertama, seperti yang kita tahu bahwa Pertamina adalah BUMN yaitu
suatu badan usaha yang dimiliki oleh negara. Jika kita tetap menggunakan jasa
‘wasit’ yaitu BP Migas, secara tidak langsung kita menganggap bahwa Pertamina
disamakan dengan perusahaan-perusahaan swasta lainnya, padahal tentu saja
kedua
perusahaan ini tidak bisa disamakan, dari segi tanggung jawab saja sudah beda,
Pertamina harus memenuhi suatu target untuk memenuhi dana APBN yang besar untuk keperluan negara sedangkan pihak
swasta hanya ingin mengambil untung dari lapangan kita.
Alasan yang kedua adalah
komponen-komponen pemerintahan yang terlibat dalam perjanjian kontrak dengan
pihak asing. Jika kita masih menggunakan jasa BP Migas maka transaksi yang terjadi
antara pihak asing dan pihak Indonesia adalah transaksi B to G (Business to
Government) yang artinya perjanjian yang terbentuk melibatkan pihak swasta
dengan pemerintahan yang akibatnya pihak pemerintah ikut terikat dalam perjanjian
tersebut sehingga jika suatu saat ada kejadian dimana hal itu merugikan negara
maka pemerintah tidak akan bisa melakukan hal-hal yang diluar perjanjian yang
sudah ditandatangani karena pemerintah terikat kontrak. Oleh karena itulah BP
MIgas sebaiknya dibubarkan karena dengan begitu pihak pemerintah masih punya
kuasa terhadap negara sehingga suatu saat jika ada kejadian mendesak dimana
kita harus merubah perjanjian kontrak tersebut maka pemerintah akan punya hak
untuk melakukannya.
Lalu ada juga yang mengatakan bahwa
BP MIgas mulai mengambil ‘Keuntungan’ dari posisinya sebagai regulator migas di
sector hulu, data yang kita punya saat ini adalah produksi minyak kita semakin
lama semakin sedikit tapi biaya yang dikeluarkan pemerintah untuk biaya
operasional (cost recovery) kok semakin besar, hal inilah yang memicu rakyat
bertanya-tanya kenapa hal ini bisa terjadi.tapi ada juga pandangan lain yang
mengatakan bahwa biaya operasional meningkat karena memang lapangan-lapangan
migas di Indonesia sudah tua sehingga perawatannya untuk meningkatkan produksi
migas butuh biaya mahal. Yah, tapi kita tidak tahu yang mana yang benar karena
tidak ada data valid yang dapat membuktikannya, kita hanya busa berharap semoga
keberadaan SK Migas saat ini akan membawa dunia migas di Indonesia menjadi
lebih baik dan lebih mendukung kesejahteraan rakyat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar